KOMPAS.com - Sutradara Yuda Kurniawan (36) meraih Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 2018 untuk kategori Dokumenter Panjang Terbaik berkat film Nyanyian Akar Rumput. Yuda sendiri tidak pernah menyangka bahwa film yang menggambarkan keluarga Wiji Thukul setelah aktivis demokrasi dan penyair itu hilang pada 1996 silam itu meraih Piala Citra. Apalagi, awalnya dia tak bermaksud membuat film yang terbilang serius, mengenai pelanggaran hak asasi manusia. Semula, Yuda memang berniat membuat dokumenter musik pada 2008. Dia lalu mendapat ide saat membaca berita mengenai band Merah Bercerita, band yang menyuarakan kritik sosial dalam liriknya, membuat album perdana. Hal menarik dari band itu adalah sosok Fajar Merah (24), anak Wiji Thukul, yang menjadi vokalis band tersebut. Tak mengherankan jika band itu juga membawakan lagu yang syairnya diambil dari puisi-puisi Wiji Thukul.
"Pada pertengahan 2013, saya melihat Fajar beserta band-nya manggung di Jakarta. Lalu saya meminta kesediaan Fajar bekerja sama dalam film dokumenter Nyanyian Akar Rumput," ujar Yuda saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (16/12/2018).
Pada 2014 Yuda mulai memproduksi film Nyanyian Akar Rumput. Saat itu situasi politik Tanah Air diramaikan pertarungan politik antara kubu Joko Widodo dengan Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden 2014. Latar belakang situasi justru dianggap tepat untuk menceritakan mengenai sosok Wiji Thukul, yang hilang akibat aktivitas politiknya menentang rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. "Waktu itu saya berpikir, ini adalah momen yang tepat bagi saya untuk memulai produksi. Karena Sipon (istri Wiji Thukul) sangat mendukung Jokowi yang berlatar belakang sipil dan pernah menjabat sebagai wali kota Solo," ujar Yuda.
Selain itu, menurut Yuda, Sipon juga memiliki hubungan emosional dengan Jokowi. Sebab, ketika Jokowi masih menjabat wali kota Solo, ia selalu mendorong dan memberi dukungan atas penuntasan kasus penghilangan paksa yang dialami Wiji Thukul. Meski demikian, setelah lebih empat tahun menjadi presiden, kasus hilangnya Wiji Thukul dan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu belum juga dituntaskan Jokowi.
Selanjutnya, dalam pesta demokrasi pada 2014 itu Merah Bercerita juga makin serius dalam menggarap album perdana mereka. Momen inilah yang digagas Yuda untuk merekam lagu-lagu dari hasil musikalisasi puisi Wiji Thukul, yakni "Apa Guna", "Derita Sudah Naik Seleher", "Kebenaran Akan Terus Hidup", dan "Bunga dan Tembok". Yuda menganggap, penggarapan Nyanyian Akar Rumput ini bukan sekedar membahas harapan keluarga Wiji Thukul. Oleh karena itu, Fajar mencoba menghidupkan kembali puisi-puisi bapaknya, lalu mengemasnya dalam bentuk lagu-lagu yang diaransemen sebagai bagian dari perjuangannya "melawan lupa".
"Film Nyanyian Akar Rumput ini juga berbicara tentang Fajar merah beserta band-nya menyampaikan penyelesaian kasus tragedi Mei 1998 kepada pemerintah, tetapi juga sebagai usaha menolak lupa atas kasus pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh negara," ujar Yuda. "Sekaligus sebagai penanda jaman dari gejolak jiwa muda yang penuh gairah di tengah dinamika politik Indonesia saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dokumenter Peraih Piala Citra, Bermula dari Musik hingga Bersinggungan Politik", Klik untuk baca.
Penulis : Retia Kartika Dewi
Editor : Bayu Galih